Politikus Golkar Ali Mochtar Ngabalin masuk lingkaran Istana menjadi tenaga ahli utama di Kantor Staf Presiden (KSP). Wakil Ketua DPR Fadli Zon pun kembali mendorong agar KSP segera dibubarkan.
Pernyataan tersebut disampaikan Fadli Zon dalam rilisnya, Rabu (23/5/2018). Fadli menyoroti adanya tumpang-tindih keberadaan lembaga kepresidenan, baik yang struktural maupun non-struktural.
Fadli menilai lembaga yang dipimpin Jenderal (purn) Moeldoko ini kerap offside dan hanya memboroskan anggaran. KSP, menurutnya, menjadi salah satu lembaga non-struktural yang membuat kinerja pemerintah tidak efektif. Menurut Fadli, KSP kerap melewati garis kewenangan.
Fadli berkata sejak awal dia melihat keberadaan KSP hanya menambah permasalahan organisasi pemerintahan yang belum tepat guna. Fungsi KSP, menurutnya, tumpang-tindih dan memboroskan anggaran negara.
"Apalagi saat ini, Kantor Staf Presiden (KSP) sudah sangat berpotensiabuse of power. Ini perlu kita dudukkan secara tepat. Posisi KSP ini non-struktural dan sifatnya internal," kata Fadli.
"Namun tidak jarang kita lihat KSP terkesan mengekspos dirinya layaknya lembaga struktural yang bersifat publik. Bahkan kerap mengesankan posisinya lebih tinggi daripada menteri, yang berwenang mengevaluasi dan menegur menteri. Ini jelas bermasalah," sambungnya.
Fadli menjelaskan posisi KSP adalah lembaga non-struktural yang dibentuk untuk menunjang kinerja pemerintah, dalam hal ini presiden dan wakil presiden. Sedangkan kementerian adalah lembaga struktural yang menjadi bagian inti dari pemerintah. Jadi secara status saja berbeda.
Kedua, lanjut Fadli, KSP dibentuk atas dasar perpres, yakni Perpres Nomor 26 Tahun 2015. Sementara itu, untuk kementerian, dasar pembentukannya adalah UU, bahkan UUD 1945. Jadi, baik secara status maupun dasar pembentukannya, posisi KSP berada di bawah kementerian.
KSP, menurut Fadli, harus sadar posisi, tugas, serta fungsinya. Meski demikian, dia tetap mendorong agar KSP dibubarkan.
"Sejak awal saya mendorong KSP, termasuk lembaga non-struktural yang dibubarkan. Sebab, dengan tugas dan fungsinya saat ini, KSP tidak saja beririsan, namun juga tumpang-tindih dengan lembaga struktural yang ada. Terutama dengan Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara," ujar Fadli.
Fadli menyatakan, dalam Perpres 26/2015, KSP ditugasi untuk memberikan dukungan kepada presiden dan wakil presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis. Dalam redaksional yang berbeda, menurut dia, sebenarnya tugas KSP tersebut sudah diakomodasi oleh Sekretariat Kabinet.
"Yaitu melakukan perumusan dan analisis, penyiapan pendapat dan pandangan, serta pengawasan kebijakan dan program pemerintah. Lantas, kalau telah dijalankan oleh Sekretariat Kabinet, kenapa harus ada KSP? Belum lagi jika dibenturkan dengan fungsi Kementerian koordinator, yang berfungsi melakukan sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian urusan kementerian. Keberadaan KSP semakin tidak relevan, pemborosan anggaran, dan layak dibubarkan," paparnya.
Ditambahkan Fadli, dengan pembubaran KSP, tidak akan ada lagi tumpang-tindih tugas dan fungsi antar-lembaga negara. Baik di internal lembaga kepresidenan (Setkab dan Setneg) maupun lembaga di luar kepresidenan (kementerian koordinator dan menteri).
"Selain itu, pembubaran KSP juga akan menghemat anggaran pemerintah sebesar Rp 124 miliar, yang dapat direalokasikan ke sektor lain yang lebih membutuhkan," tegasnya.
Seperti diketahui, politikus Golkar Golkar Ali Mochtar Ngabalin masuk lingkaran Istana. Ngabalin bergabung dalam KSP per 1 Mei 2018. Dia menduduki posisi Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi.
KSP juga mengangkat sejumlah tenaga profesional lainnya. Mereka adalah Hari Prasetyo sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian III (bidang kajian dan pengelolaan isu-isu ekonomi strategis), Novi Wahyuningsih--yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha sekaligus programmer aplikasi percakapan buatan dalam negeri, Callind--sebagai Tenaga Ahli Muda Kedeputian IV (bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi), serta mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian V (bidang politik dan pengelolaan isu Polhukam) Kantor Staf Presiden.
sumber : detik.com
No comments:
Post a Comment